Senin, 09 Juli 2012

Adzan terakhir Bilal


 Bilal masih diliputi kesedihan. Belum lama berselang Rasulullah dipanggil kehariban Allah SWT. Terbayang kembali dalam ingatannya kenangan indah bersama Rasulullah dan melantunkan adzan untuknya. Kebersamaan itu tidak mungkin ia dapatkan kembali, kecuali di akhirat kelak. Untuk itu ia ingin syahid dalam jihad di jalan Allah agar dapat bertemu kembali dengan Rasulullah.
Bilal termenung. Tugasnya sebagai muadzin, mangharuskannya melantunkan adzan 5 kali sehari di masjid Rasul pada waktu sholat tiba. Bilal berfikir,” kalau begini terus, kapan aku sempat untuk pergi berjihad ?”

Akhirnya bilal menemui  Abu Bakar As-Siddiq. Memang sejak Rasulullah wafat Abu Bakar diangkat oleh kaum muslimin sebagai pemimpin mereka.
“wahai Khalifah Rasulullah, saya mendengar Rasulullah bersabda,” bahwa amal mu’min yang utama adalah berjihad fi sabilillah” ujar Bilal saat bertemu Abu Bakar.
“ apa maksudmu ?” Tanya Abu Bakar. Beliau heran dengan pernyataan Bilal yang tiba-tiba itu.
“ saya ingin berjihad di jalan Allah hingga saya menemui ajal” jawab Bilal.
Abu Bakar pun mengerti maksud Bilal. Lelaki yang dulu pernah menjadi budak itu, ingin berhenti jadi muadzin agar dapat pergi ke medan perang, Abu Bakar sungguh memahami keinginan Bilal. Namun, disisi lain Abu Bakar merasa berat kehilangan seorang muadzin kesayangan Rasulullah. Dialah yang selama ini setia mengumandangkan suaranya, memanggil orang untuk sholat.
“ lantas, siapa nanti yang akan menjadi muadzin bagi kami?” Tanya Abu Bakar ragu.
Bilal sudah menduga bahwa Abu Bakar pasti keberatan. Dengan air mata berlinang Bilal menjawab:” setelah Rasulullah wafat, saya tidak akan menjadi muadzin lagi bagi orang lain”
“ saya mengerti, namun tetaplah engkau disini dan menjadi muadzin kami” pinta Abu Bakar.
Perasaan Bilal menjadi tak enak mendengar permintaan Abu Bakar. Bagaimanapun ia merasa berhutang budi pada Abu Bakar, dialah yang dulu telah menolongnya dari siksaan majikannya saat ia menjadi budak. Teringat olehnya ketika tuannya menyiksanya di padang pasir. Di bawah terik matahari, ia dicambuk dan ditindih batu besar diatas dadanya. Saat itulah Abu Bakar dating dan membeli Bilal dengan harga yang mahal dan dia pun telah memerdekakan Bilal.
Tanpa maksud melupakan jasa itu Bilal pun berkata:” seandainya engkau memerdekakan saya dulu untuk kepentinganmu, baiklah saya terima permintaan itu. Tetapi bila engkau memerdekakan saya karena Allah, biarkanlah diri saya untuk Allah.”
Mendengar ini Abu Bakar luluh. Ia tidak lagi memaksa Bilal “ sya memerdekakanmu semata-mata karena Allah, wahai Bilal” jawab Abu Bakar tulus.
Bilal lega mendengar perkataan Abu Bakar. Ini berarti ia bebasmemutuskan jalan hidupnya sendiri, termasuk terjun ke medan perang.
Suatu kali, khalifah kedua Umar bin Khathab dating ke Syiria. Kedatangan Umar sungguh menggembirakan kaum muslimin, merekapun berharap Umar dapat membujuk Bilal untuk melantunkan adzn. Mereka semua merindukan suaranya yang merdu dan syahdu.
Meski berat Bilal pun memenuhi permintaan Umar. Ia melangkah pelan menuju menara. Dia atas sana, ia terdiam sesaat seolah mempersiapkan jiwa dan raga untuk sebuah tugas berat. Tak lama kemudian, terdengar suaranya yang syahdu menyuarakan panggilan sholat.
Para sahabat yang mendengar suara bilal terkesima. Suasana menjadi hening. Mereka yang pernah hidup bersama Rasulullah, teringat kembali akan kenangan masa lalu bersama sang kekasih Allah, terutama saat Bilal mengumandangkan adzan di Madinah, tangis harupun terdengar. Suara bilal yang juga diselingi  oleh isak tangis menambah keharuan. Tangis kaum muslimin semakin keras dan yang paling keras tangisannya diantara mereka adalah Umar bin Khatab.
Itulah adzan Bilal yang terakhir. Setelah itu ia benar-benar berhenti menjadi maudzin. Bilal yang telah bertekad untuk menghabiskan sisa umurnya berjuang di jalan Allah, selalu terjun dimedan perang ia ingin saat wafat kelak, ia sedang melakukan amal yang paling disukai oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu berjuang di jalan Allah.

0 komentar:

Posting Komentar