Bilal masih diliputi kesedihan.
Belum lama berselang Rasulullah dipanggil kehariban Allah SWT. Terbayang
kembali dalam ingatannya kenangan indah bersama Rasulullah dan melantunkan
adzan untuknya. Kebersamaan itu tidak mungkin ia dapatkan kembali, kecuali di
akhirat kelak. Untuk itu ia ingin syahid dalam jihad di jalan Allah agar dapat
bertemu kembali dengan Rasulullah.
Bilal termenung. Tugasnya
sebagai muadzin, mangharuskannya melantunkan adzan 5 kali sehari di masjid
Rasul pada waktu sholat tiba. Bilal berfikir,” kalau begini terus, kapan aku
sempat untuk pergi berjihad ?”
Akhirnya bilal menemui Abu Bakar As-Siddiq. Memang sejak Rasulullah
wafat Abu Bakar diangkat oleh kaum muslimin sebagai pemimpin mereka.
“wahai Khalifah Rasulullah, saya
mendengar Rasulullah bersabda,” bahwa amal mu’min yang utama adalah berjihad fi
sabilillah” ujar Bilal saat bertemu Abu Bakar.
“ apa maksudmu ?” Tanya Abu
Bakar. Beliau heran dengan pernyataan Bilal yang tiba-tiba itu.
“ saya ingin berjihad di jalan
Allah hingga saya menemui ajal” jawab Bilal.
Abu Bakar pun mengerti maksud
Bilal. Lelaki yang dulu pernah menjadi budak itu, ingin berhenti jadi muadzin
agar dapat pergi ke medan perang, Abu Bakar sungguh memahami keinginan Bilal.
Namun, disisi lain Abu Bakar merasa berat kehilangan seorang muadzin kesayangan
Rasulullah. Dialah yang selama ini setia mengumandangkan suaranya, memanggil
orang untuk sholat.
“ lantas, siapa nanti yang akan
menjadi muadzin bagi kami?” Tanya Abu Bakar ragu.
Bilal sudah menduga bahwa Abu
Bakar pasti keberatan. Dengan air mata berlinang Bilal menjawab:” setelah
Rasulullah wafat, saya tidak akan menjadi muadzin lagi bagi orang lain”
“ saya mengerti, namun tetaplah
engkau disini dan menjadi muadzin kami” pinta Abu Bakar.
Perasaan Bilal menjadi tak enak mendengar
permintaan Abu Bakar. Bagaimanapun ia merasa berhutang budi pada Abu Bakar,
dialah yang dulu telah menolongnya dari siksaan majikannya saat ia menjadi
budak. Teringat olehnya ketika tuannya menyiksanya di padang pasir. Di bawah
terik matahari, ia dicambuk dan ditindih batu besar diatas dadanya. Saat itulah
Abu Bakar dating dan membeli Bilal dengan harga yang mahal dan dia pun telah
memerdekakan Bilal.
Tanpa maksud melupakan jasa itu
Bilal pun berkata:” seandainya engkau memerdekakan saya dulu untuk
kepentinganmu, baiklah saya terima permintaan itu. Tetapi bila engkau
memerdekakan saya karena Allah, biarkanlah diri saya untuk Allah.”
Mendengar ini Abu Bakar luluh.
Ia tidak lagi memaksa Bilal “ sya memerdekakanmu semata-mata karena Allah,
wahai Bilal” jawab Abu Bakar tulus.
Bilal lega mendengar perkataan
Abu Bakar. Ini berarti ia bebasmemutuskan jalan hidupnya sendiri, termasuk
terjun ke medan perang.
Suatu kali, khalifah kedua Umar
bin Khathab dating ke Syiria. Kedatangan Umar sungguh menggembirakan kaum
muslimin, merekapun berharap Umar dapat membujuk Bilal untuk melantunkan adzn.
Mereka semua merindukan suaranya yang merdu dan syahdu.
Meski berat Bilal pun memenuhi
permintaan Umar. Ia melangkah pelan menuju menara. Dia atas sana, ia terdiam sesaat
seolah mempersiapkan jiwa dan raga untuk sebuah tugas berat. Tak lama kemudian,
terdengar suaranya yang syahdu menyuarakan panggilan sholat.
Para sahabat yang mendengar
suara bilal terkesima. Suasana menjadi hening. Mereka yang pernah hidup bersama
Rasulullah, teringat kembali akan kenangan masa lalu bersama sang kekasih
Allah, terutama saat Bilal mengumandangkan adzan di Madinah, tangis harupun
terdengar. Suara bilal yang juga diselingi
oleh isak tangis menambah keharuan. Tangis kaum muslimin semakin keras
dan yang paling keras tangisannya diantara mereka adalah Umar bin Khatab.
Itulah adzan Bilal yang
terakhir. Setelah itu ia benar-benar berhenti menjadi maudzin. Bilal yang telah
bertekad untuk menghabiskan sisa umurnya berjuang di jalan Allah, selalu terjun
dimedan perang ia ingin saat wafat kelak, ia sedang melakukan amal yang paling
disukai oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu berjuang di jalan Allah.
0 komentar:
Posting Komentar